Nuklir, Kesehatan, dan Radioisotop Part 2
Dibalik semua keburukan nuklir,
radiasi nuklir juga telah menyembuhkan jutaan orang di Bumi dari penyakitnya.
Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan
teknologi, termasuk disiplin ilmu dan teknologi kedokteran serta kesehatan. Terobosan
penting dalam bidang ilmu dan teknologi ini memberikan sumbangan yang sangat berharga
dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang
menjadi lebih penting secara epidemilogis sebagai konsekuensi logis dari pembangunan
di segala bidang yang telah meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penggunaan
isotop radioaktif dalam kedokteran telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri
DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada
kulit. Namun yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C. De HEVESSY,
dialah yang meletakan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat radioaktif.
Waktu itu dia menggunakan radioisotop alam Pb212. Dengan
ditemukannya radioisotop buatan maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.
Pada kedokteran nuklir, radioisitop
dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (study
in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain
darah, cairan lambung, urine dan sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang
lebih dikenal sebagai study in-vitro
(dalam gelas percobaan). Pada study
in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui
mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya. Hasil yang akan
diperoleh dalam study in-vivo
biasanya berupa gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh
dengan bantuan kamera gamma ataupun kamera positron. Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan
biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian
direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop.
Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang dirangkai
dengan suatu sisteminstrumentasi. Studi semacam ini biasanya dilakukan untuk
mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah pasien seperti insulin,
tiroksin dan lain-lain.
Pemeriksaan kedokteran nuklir
banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakt
jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan
tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi
pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta
masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan
teknologi nuklir yang pada saat ini sangat berkembang pesat. Di samping
membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi
penyakit-penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar
gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel
darah merah, inflamasi (peradangan) sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan
terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan
dalam dosis yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam
dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan
untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.
Komentar
Posting Komentar