ODHA Harus Punya Alasan Untuk Hidup



Dewasa ini pengidap HIV/AIDS sangat rawan dengan tindakan diskriminasi dan stigma yang buruk. Di sisi lain, pengidap HIV/AIDS sangat memerlukan dukungan yang lebih agar mampu melawan penyakit yang tidak ada obatnya tersebut. Tindakan stigma dan diskriminasi seringkali diperoleh dari lingkungan berupa penghilangan hak-hak dalam menjalankan proses kehidupan. Hak tersebut adalah hak untuk hidup, hak untuk diakui sebagai pribadi, dan sebagainya. Tindakan ini akan semakin memperberat beban yang dihadapi oleh Pengidap HIV/AIDS. Dari permasalahan ini bagaiman upaya dan sikap dokter untuk menghapadinya.
Semakin meningkatnya kenakalan remaja menyebabkan jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat pula, karena hubungan seks secara bebas dan penggunaan jarum suntik (narkoba). Sehingga tindakan stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS terus meningkat. Berdasarkan data statistik pada tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, kasus HIV/AIDS di Indonesia yang tercatat sebanyak 21.511 untuk kasus HIV, dan sebanyak 5.686 diantaranya positif AIDS, 1.186 orang dinyatakan meninggal dunia. Usia yang paling banyak terkena HIV/AIDS antara 20-29 tahun. Sangat disayangkan sekali karena usia tersebut adalah usia produktif seseorang.

ODHA atau Orang Dengan HIV/AIDS sekarang ini cenderung dipandang sangat hina oleh orang-orang, padahal mereka itu sakit, bukannya diberikan semangat agar mereka bisa menjalani hidup secara normal seperti orang sehat, melainkan malah dilecehkan dan dikucilkan. Masyarakat menganggap bahwa penyakit AIDS adalah penyakit kotor akibat perbuatan yang tidak baik oleh korbannya. Padahal tidak semua ODHA adalah orang dengan perilaku tidak baik. Banyak dari mereka yang tertular dari pasangannya, atau mungkin dari orang tuanya. Ketika seseorang divonis sebagai ODHA, sering kali mereka mendapat perlakuian diskriminasi oleh keluarga, lingkungan sekitar, bahkan oleh petugas kesehatan. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan asas Pancasila yang kita pegang sebagai warga negara Indonesia pada sila 2 yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perlu digaris bawahi, yang harus kita singkirkan, jauhi, dan berantas adalah virusnya bukan orangnya.
Banyak yang berpendapat bahwa diagnosis HIV/AIDS adalah vonis hukuman mati bagi orang-orang yang berbuat menyimpang tersebut. Penderitanya sendiri terkadang merasa lebih baik mati daripada hidup menyandang penyakit ini. Banyak yang tak takut mati dan sedikit yang berani hidup dengan menanggung stigma berat dalam masyarakat. Individu-individu yang merupakan bagian dari yang sedikit ini ternyata justru lebih ‘hidup’ menjalani kehidupan setelah terdiagnosis HIV/AIDS. Suatu contoh yang sangat inspirasional bahwa seorang ODHA mampu mencetak prestasi yang mendunia. Sebut saja Derajat Ginanjar Koesmaryadi, pendiri Rumah Cemara, sebagai contoh yang bisa dikonfirmasi prestasinya melalui search engine internet bagaimana dia dan komunitasnya mampu meraih penghargaan dalam Homeless World Cup di Paris tahun 2011, suatu ajang kompetisi street soccer. Untuk melakukan kegiatan olahraga seperti ini tentu seseorang mesti dalam kondisi raga yang fit.
Terkadang yang membuat orang merasa menderita bukan akibat langsung dari penyakit itu sendiri melainkan pemikiran dan perasaan negatif yang mencengkeramnya. Memang ini erat kaitannya dengan label yang diciptakan oleh lingkungan. Faktor eksternal memang tak bisa dipaksakan untuk membentuk lingkungan kondusif bagi ODHA agar dapat menjalani kehidupan dengan normal, tanpa cibiran atau mata yang memicing saat mengetahui keberadaan mereka. ODHA tertuntut harus bisa mendongkrak semangat hidupnya sendiri dan memotivasi diri untuk tidak mengidap depresi. ODHA harus punya alasan untuk berani hidup.
Di masa depannya, ketika keberanian untuk tetap hidup dalam norma yang benar serta kegigihan dalam berkarya menuai hasilnya, ODHA akan menjadi pribadi yang lebih dari pemenang. Tak hanya memenangkan diri dari cengkeraman infeksi HIV karena berhasil menggagalkan manifestasi infeksi HIV sebagai penyakit-penyakit oportunis tetapi juga keberhasilan mewujudkan diri menjadi manusia yang produktif, berpestasi dan berkualitas baik jasmani dan rohani baik tanpa atau dengan virus HIV yang bersarang di tubuhnya.

Dimas Muhammadin Pramestu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Bangka vs Orang Kota

Laporan Praktikum Fisika

Pengawetan Bahan Pangan Melalui Alternatif Nuklir